Website ini berisikan tentang ilmu parenting baik itu parenting anak umum, parenting anak berkebutuhan khusus dan keluarga

Rapuhnya Spiritual Orangtua dapat Mempengaruhi Pengasuhan pada Anak

rapuhnya spritual orangtua dapat mempengaruhi pengasuhan pada anak
Pixabay

Dari judulnya tulisan ini yaitu "Spritual Orangtua dapat Mempengaruhi Pengasuhan pada Anak" tentu membuat kita bertanya-tanya ya Ayah Bunda. "Emang bisa ya spritual orangtua yang menurun bisa mempengaruhi pengasuhan kita pada anak?" Atau pertanyaan yang sejenis lainnya seperti "Emang apa hubungannya ya spritual orangtua dengan pengasuhan anak?". Wah, sebenarnya hubungannya erat sekali Ayah Bunda.

Nah, bagaimana kalau kita cari tahunya langsung sama ahlinya? Biar ga salah ya ilmunya. Oke deh, hari ini saya ingin membagikan materi kulwap parenting yang sudah lama sekali saya ikuti, dimana seminar ini diadakan oleh Sygma Daya Insani. Buat Ayah Bunda yang suka membelikan buku-buku edukasi islami pada anak-anaknya, pasti tahu nih dengan perusahaan Sygma ini. Kalau gitu, langsung saja ya Ayah Bunda, saya bagikan biodata narasumber hebat kita ini

Profil Narasumber

miarti yoga

Nama : Miarti Yoga
Tempat tanggal lahir : Ciamis, 22 Maret 1981
Status : Menikah dengan Yoga Suhara, ST
Anak : Khairy Aqila Shidqi dan Fariza Tresna Hazimah
Alamat :
Telepon :
FB/Instagram/Twitter/Line : Miarti Yoga

Aktivitas:
✅ Direktur Sekolah Ramah Anak Zaidan Educare
✅ Penulis lepas di berbagai media cetak nasional
✅ Penulis buku-buku parenting (Unbreakable Woman, Best Father Ever, Adversity Quotient)
✅ Relawan Literasi Jawa Barat
✅ Kontributor Ahli rubrik parenting di Majalah Intima'
✅ Nara sumber seminar parenting di berbagai lembaga
✅ Nara sumber workshop dan pelatihan pendidikan guru TK/PAUD
✅ Pengasuh Bincang Pengasuhan Online di komunitas Keluarga Ramah Anak
✅ Manager Seba Music Entertainment

Motto : *Semangat, Berkarya, Bermanfaat*

Nah, kalau bagian inti materi ini adalah tulisan pembicaranya ya Ayah Bunda. Bukan tulisan saya 😉

Rapuhnya Spritual Orangtua dapat Mempengaruhi Pengasuhan pada Anak


HATI-HATI DENGAN DISINTEGRASI SPIRITUAL
By : Miarti Yoga


Kadang-kadang kita sebagai orangtua tidak menyadari bahwa sumber dari ketidaktenangan kita atau kemunculan amarah kita atau sikap keras kita terhadap anak adalah akibat menurunnya atau rapuhnya kondisi spiritual kita. Atau dalam kata lain, ketika kita terlupa atau terjauh dari Allah, maka dengan sendirinya jiwa kita menjadi gersang.

Baca juga: Cara Mengendalikan Emosi Ibu Pada Anak

Dampak Rapuhnya Spritual Orangtua pada Anak


Kegersangan tersebut berdampak pula dalam komunikasi pengasuhan. Saat kondisi kita terlupa dengan tilawah, terlupa dengan dzikir, bahkan terlupa dengan sholat, maka sangat besar kemungkinan munculnya sikap tak bersahabat kita pada anak. Gampang marah, meledak-ledak, lupa bersyukur, selalu mengeluh, itulah beberapa diantara kemunculan yang khas.

Ada dua disintegrasi spiritual yang saya maksud dalam bab ini. Disintegrasi spiritual yang pertama adalah yang terjadi pada kita –orangtua - dimana jaminan ketaatan pada Allah dan kekhusyukan beribadah berada dalam kondisi dipertanyakan. Disintegrasi spiritual yang kedua adalah terjadi pada anak kita dimana kita –baik sengaja atau tidak - mengabaikan petunjuk atau tuntunan atau peringatan padanya terkait mana yang benar dan mana yang salah.

Dan kedua disintegrasi tersebut sama-sama memiliki andil tersendiri dalam pembentukan karakter negatif pada anak. Bahkan menimbulkan bahaya yang sangat merugikan. Berikut rincian masing-masing disintegrasi spiritual yang saya maksud.

Disintegrasi Spiritual Kita


Jaminan ketentraman rasa pada seorang anak sangat ditentukan oleh sipiritualitas orangtua. Sebaliknya, kasih sayang yang tulus dan kelembutan kita membuat mereka merasa betah dan nyaman. Ini sebuah kondisi sebab akibat yang sangat logis, dimana anak akan sangat merasakan berbagai kegalauan dan kecemasan orangtuanya yang mereka cerna lewat ;

Gestur
Raut wajah
Nada bicara
Larangan
Intruksi atau kalimat perintah
Respons
Kondisi pada saat pagi hari dimana kesibukan untuk menyiapkan sarapan dan keberangkatan sekolah
Keterpaksaan pada saat membacakan cerita pengantar tidur atau saat menemani mengerjakan tugas sekolah
Pembenaran pada hampir setiap hal yang tak normatif (memperbolehkan untuk bersikap curang, menyetujui niat yang tak benar, mendukung langkah yang salah, menghalalkan apa saja, dan lain-lain)

Baca juga: Empat Tips Cara Mengendalikan Emosi Anak

Dampak Spritual yang Kurang Sehat pada Orangtua


Dari sekian contoh kemungkinan emosi negatif yang muncul, kondisi sipiritual yang kurang sehat pada orangtua menimbulkan perasaan negatif pada dirinya sendiri seperti;

1. Utopis atau ketidakyakinan akan janji Tuhan (permasalahan aqidah), sehingga membuat dirinya sangat dekat dengan kecemasan dan keputusasaan. Dan dengannya, orangtua dengan kondisi demikian akan sangat mudah mengeluh dan merasa serba tak mampu.

2. Reaktif alias memberi respons dengan cara yang tak wajar atau berlebihan. Bahkan akan sangat sensitif walau hanya dengan ungkapan sederhana dari lawan bicara. Karena baginya, sangat banyak kata dari orang-orang sekitar yang membuat hatinya terluka.

3. Subjektif atau tidak proporsional dalam menanggapi fakta yang ada. Orangtua dengan perasaan seperti ini akan sangat mudah menghakimi orang lain, melakukan pembelaan diri secara habis-habisan serta selalu berusaha mencari sekutu atas sikap atau atas pendapatnya sehingga dianggap benar.

Adapun dampak negatifnya bagi anak atas perasaan yang dimiliki orangtua dengan kondisi spiritualitas kurang sehat adalah ;

keimanan, religius
Pixabay

1. Ketakutan
Sangat wajar bila akhirnya sering anak menjadi sangat ketakutan jika terlalu sering melihat orangtuanya dalam kondisi marah-marah.

Baca juga: Begini Cara Menumbuhkan Keberanian pada Anak

Bahkan bukan tak mungkin membuat mereka gagap bicara dan gagap berpikir manakala sering menyaksikan orangtuanya dalam kondisi berwajah merah, atau dalam kondisi tengah menghakimi seseorang – baik secara berhadapan langsung maupun lewat telepon-, atau dalam kondisi sedang bertangkar (antara ayah dan ibu). Pun saat suatu hari mereka diinterogasi dengan cukup keras atas sebuah kesalahan seperti mencuri, membuat masalah di sekolah, bertengkar dengan anak tetangga, benar-benar menyisakan jejak yang traumatik.

2. Utopis (ragu)
Semakin banyak keraguan pada diri kita, maka semakin mereka ragu akan masa depan. Bahkan mereka terlalu ragu untuk sekadar bermimpi. Terlebih apabila mereka terlalu sering mengkonsumsi keluhan-keluhan kita. Dengan sendirinya terbentuk sebuah mental pada mereka bahwa kebahagiaan hanyalah milik orang lain dan kita tak mungkin untuk bisa mendapatkannya. Mereka pun terbawa LUPA bahwa ada Alah Maha Segalanya dimana kita bisa bermunajat dengan aneka pengharapan yang tak ada batasnya.

3. Minim percaya diri
Satu hal yang tak dapat terelakkan bahwa perlakuan kurang sehat dari orangtua menjadi sebuah penyebab dimana sang anak menjadi seorang yang tak cukup banyak memiliki deposito konsep diri.

Semakin sering kata-kata penghakiman dan penyepelean mereka dapatkan, maka semakin rendah mereka menilai dirinya sendiri. Semakin mereka terabaikan, semakin mereka merasa tak layak diprioritaskan. Mungkin itulah logika sederhananya. Oleh karenanya, sangat wajar bila ada anak yang sampai pada kondisi kesulitan belajar, bermasalah dalam bersosial, memiliki ketidakseimbangan dalam memutuskan, ketika diketahui bahwa mereka memiliki pengalaman buruk dalam berinteraksi dengan orangtua.

4. Serba Sungkan 
Bagaimana seorang anak bisa terbuka dan menumpahkan perasaannya dengan leluasa pada ibu atau ayahnya, jika kedua orangtuanya itu seringkali berada dalam kondisi tegang, kurang bersahabat dan cenderung tak mau diganggu. Dan kesungkanan itu tak berdiri sendiri, melainkan berproses lama dan tidak tiba-tiba. Sehingga saat mereka sungkan untuk sekadar meminta pendapat atau sungkan untuk sekadar menyampaikan bahwa dirinya sudah menstruasi (bagi anak perempuan) atau sungkan untuk sekadar memberitakan bahwa dirinya mimpi basah (bagi anak laki-laki), merupakan akumulasi dari rangkain rasa sungkan yang mereka alami jauh sebelumnya.

Keselamatan keluarga baik di dunia maupun di akhirat sana, sejatinya menjadi satu visi besar bagi siapapun keluarga muslim yang berharap tentram dan nyaman. Oleh karenanya, spiritualitas adalah segala-galanya. Spiritualitas adalah hal pertama sebelum elemen lainnya. Mengapa segala-galanya dan harus pertama? Karena keberlimpahan harta tak jadi jaminan. Pun dengan kompetensi sosial dimana kolega dan rekan begitu banyak dimana-mana serta sangat memudahkan dalam proses koneksivitas.

Ada satu contoh kasus dimana spiritualitas orangtua berada dalam kondisi cukup rapuh. Harta yang melimpah perlahan surut dan tak berarti apa-apa saat dirinya abaikan terhadap perintah  Tuhan bernama sholat. Pengabaian dia terhadap satu kewajiban tersebut, diikuti secara beramai-ramai oleh isteri dan anak-anak. Pada akhirnya, rasa enggan didukung dengan contoh yang sangat nyata, membuat mereka sekeluarga terlupa dengan satu kewajiban yang sangat berat siksanya jika ditinggalkan –shalat-.

Bermula dari malas sholat, merangkak ke rasa malas di berbagai hal. Malas meneruskan kuliah bagi anaknya yang mahasiswa, malas pergi ke sekolah bagi anaknya yang masih SMA, malas untuk meneruskan usaha orangtua, dan lain-lain. Pada akhirnya, drop out lah anak-anak mereka dari sekolah. Tanpa ijazah atau legitimasi, serta tanpa skill untuk sekadar bekal menjalani hidup.

Dengan bekal yang minim tersebut, ditambah pula dengan keengganan untuk meneruskan usaha dagang yang sekian lama dijalani kedua orangtuanya, jadilah mereka hidup tanpa aktivitas alias pengangguran. Sementara untuk gaya hidup, mereka tak memliki kememampuan untuk menyeimbangkan. Sehingga yang terjadi adalah konteks “lebih besar pasak daripada tiang”. Artinya, mereka hidup bergaya mewah dan serba memenuhi keinginan namun tak diimbangi dengan pendapatan atau penghasilan.

Maka secara perlahan harta melimpah yang mereka punya, terus berkurang dan tak pernah bertambah. Bahkan karena satu per satu asetnya hilang, jadilah mereka tak punya apa-apa. Tanah, kendaraan, dan lain-lain. Hanya rumahlah yang masih tersisa untuk mereka bernaung bersama. Na’udzubillah.

Memang tidak semua yang berharta banyak akan berakhir dengan kondisi serba kekurangan. Karena mental, cara berpikir, dan gaya hiduplah yang membuat investasi kekayaan sebuah keluarga menurun drastis bahkan menjadi tiada. Namun kasus yang satu ini menjadi contoh nyata bahwa menjauhkan diri dari pertolongan Allah akan berakhir dengan keterpurukan. Karena tak ada yang bisa melebihi gelimang harta selain penghambaan yang paripurna.

Sebaliknya, ketika spiritualitas menjadi pondasi dan keunggulan lainnya mengikuti serta menyeimbangkan, sungguh bahagia yang nyata dan sempurna.

Ada pula diantara beberapa orangtua yang menganggap atau membuat sebuah pembenaran atas ulah sang anak. Contoh ;

1. Menganggap masalah yang muncul sebagi ujian
Ketika menginjak remaja, sang anak mulai terbawa arus pergaulan yang kurang sehat. Mengenal rokok dan minuman keras, itu contohnya. Keadaan semacam ini direspons oleh orangtua sebagai ujian. Padahal bisa jadi karena memang betul-betul minim kontrol dan kita terlupa mengingatkan mereka tentang hak dan bathil.

2. Memvonis pihak lain sebagai penyebab utama
Ketika anak kita kedapatan berbuat penyimpangan seperti nonton video porno, kita bersikeras menuduh bahwa salah satu teman dari anak kitalah yang menjadi promotornya. Padahal tanpa ajakan teman pun, anak kita sudah biasa mencuri-curi dari pengawasan kita

3. Mencarikan sekutu untuk anak kita
Ketika anak kita kedapatan nyontek di sekolah, kita berusaha keras mengurangi beban malu atas ulah anak kita dengan menyebutkan salah satu atau sekian nama teman sekelasnya. Kita membeberkan bahwa yang lain pun melakukan kesalahan yang sama.

Maka satu PR besar kita dalam menjamin keselamatan mereka adalah bagaimana membumikan akhlak mereka. Bagaimana caranya, kita simak bersama poin-poin di bawah ini.

1. Berikan padanya prinsip tauhid (QS. Luqman : 17)
Hanya Allah satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa
Hanya pada-Nya kita menyembah dan hanya pada-Nya kita memohon pertolongan
Ajari dan biasakan mereka menunaikan sholat

2. Ingatkan mereka untuk berbuat baik pada orangtua (QS Luqman : 14)
Adalah dosa besar, seorang anak yang berbuat durhaka kepada kedua orangtuanya
Buatlah mereka mengerti bahwa ibunya telah berlelah-lelah mengandung dan bapaknya telah bersusah payah menghidupi keluarga
Bakti pada orangtua adalah harga mati untuk mereka dapat meraih bahagia

3. Ingatkan mereka untuk menata dirinya sendiri (QS Luqman : 19)
Mereka perlu latihan untuk
Menjaga lisan
Menjaga sikap (sopan santun)
Percaya diri
Tenang dan tidak tergesa-gesa
Jujur
Tidak berlebihan

4. Ajari mereka cara memperlakukan orang lain (QS Luqman : 18)
Mereka perlu berhati-hati agar selamat dari;
Kesombongan
Membanggakan diri
Merasa diri paling benar
Acuh tak acuh alias tidak menganggap penting
Mati rasa (merasa tak bersalah)

Demikian yag bisa saya bagikan. Alloohua’alam

Semoga bermanfaat dan salam pengasuhan.

🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏🙏

MasyAllah materinya daginggggg bangetttt ya Ayah Bunda. Semoga setelah penjelasan di atas, bisa membuat kita mengevaluasi diri tentang spritual/keimanan kita kembali dan memperbaikinya. Itu dia Ayah Bunda pengaruhnya spritualitas yang rapuh terhadap pengasuhan anak. Semoga materi ini bisa bermanfaat


14 comments

  1. Mbk yen, makasih loh udh berbagi ilmu kecenya. Seneeenggg. Pelajaran, pengingat dan bahan renungan nih buat aku.

    ReplyDelete
  2. Bermanfaat banget sharingnya mba. Jadi orang tua tetap kudu selalu evaluasi diri.

    ReplyDelete
  3. Semoga bermanfaat!
    Bermanfaat bgt bund! Tks ilmunya sy jd smakin intropeksi lagi. Cerita, diatas bener2 fakta sy liat prilaku disekitar juga begitu "kurangnya ilmu tauhid untuk anak" ketika besar ortu hya bisa 1. Bilang itu ujian padhal dampak hasil didiknnya 2. Menyalahkan org lain, 3. Mencari sekutu itu semua bener banget. Yang allah koq sedih ya bacanya apa emg sy aja hehe
    Bunda erysha tulisan udh mulai formal 😁 jd aku agak lama bacanya di cerna dlu hahaha
    Gpp isinya selalu bagus dan bermanfaat. Ngefans sama momy nya erysha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tulisan saya di atas cuma dikit bun. Itu materi kulwap parentingnya 😉

      Delete
  4. kita sering mendengar istilah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" kalau misalkan kondisi spritual orangtua lemah, otomatis kecerdasan spiritual anaknya pun lemah karena seharusnya orangtualah yang menjadi panutan bagi anak, apalagi kalau ditambah lingkungan pergaulannya yang buruk, maka dampaknya akan lebih parah lagi bagi perkembangan anak...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener bangetttt pak. Jadi kasian ke anak dan dampaknya jadinya luas juga 😭

      Delete
  5. Setuju. Peran orang tua memang akan berasa efeknya ke anak

    ReplyDelete
  6. Sangat bermanfaat sharing nya, yang penting adalah orang tuanya dulu dibekali ilmu agama dan pengetahuan, barulah dipraktekin ke anak-anaknya kelak... Contoh Lukman Al Hakim yang bijak itu ya mba, selalu menasehati anaknya.

    ReplyDelete
  7. ketika org tua jauh atau dekat dgn Allah, anak akan melihat bahkan meniru. Misal kalau org tua rajin mengaji, otomatis anak juga akan mengikuti apa yg kita lakukan. Makasih sharing nya mba :)

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung ke Blog saya. Semoga bisa memberi manfaat. Mohon untuk tidak meninggalkan Link Hidup, ya 😃 dan komentar Ayah Bunda bisa muncul setelah lewat persetujuan saya dan saya mohon maaaf sekali, jika ada komen tak sempat terbalas oleh saya karena keterbatasan saya. Maaf. Terima kasih 🙏